blog ini di khususkan buat penambahan cakrawala berfikir kita tentang IPTEK. dan benar milik hendri. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PUASA

A. al-Ta’rîf (Definisi Puasa).
Definisi al-Shaum (puasa) secara etimologi bahasa arab adalah al-Imsak yang berarti menahan diri. Adapun definisi puasa menurut terminologi fiqh adalah: “Menahan diri dari makan dan minum dan hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai tengelamnya matahari”.
B. Dalil Masyruiyatuh (Dalil disyariatkannya Puasa).
Dalil disyariatkannya puasa khususnya puasa Ramadlan adalah al-Qur’an dan al-sunnah, di samping sudah menjadi ijma’ (consensus) seluruh ulama. Dasar hukum kewajiban puasa Ramadlan antara lain. Q.S. al-Baqarah: 183;
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa“
Q.S. al-Baqarah: 185;
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
 Sedangkan dasar hukum dari al-Sunnah adalah sabda Nabi Muhammad saw;
بُنِيَ الإِسلامُ عَلى خَمْسٍ: شَهادَةِ أَنْ لا إِلهَ إلاّ اللّهُ، وَأَنَّ محمداً رسولُ اللّهِ، وَإقامِ الصلاةِ، وإِيتاءِ الزَّكاةِ، والحَجِّ، وصَوْمِ رَمَضان».
Islam didirikan di atas lima tiang, yaitu: bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah serta berpuasa di bulan Ramadhan. ” (HR. Al-Bukhari [8]).


Adapun dasar hukum bagi puasa selain ramadlan; ada yang bersumber dari al-Qur’an (misalnya; kafarat melanggar sumpah Q.S. Al-Maidah:89), dan al-Sunnah, seperi puasa kafarat yang hukumnya wajib sebagai tebusan atas kesalahan; ada yang hanya al-sunnah saja, seperti puasa sunah senin-kamis, puasa Arafah dan puasa sunnah lainnya.
C. Al-Aqsâm (Macam-Macam Puasa).
Puasa di bagi empat macam (di tinjau dari sisi hukumnya), yaitu: pertama, puasa wajib. Puasa yang wajib ada tiga, yaitu: (1) Puasa Ramadlan, (2) Puasa Kafarat, (3) Puasa Nazar.
Kedua, puasa Sunnah. Dan Puasa sunnah yang memiliki dasar hukum kuat dari al-Sunnah al-Nabawiyah dan sudah menjadi ijma’ ulama ada delapan, yaitu: (1) Puasa asyura (tgl. 10 muharram dan 9 muharram), (2) Puasa ayyam al-Baidl (tgl. Bulan purnama; 13, 14 dan 15 bulan Hijriyah), (3) Puasa hari Arafah (tgl. 9 Dzulhijjah), (4) Puasa hari senin dan kamis, (5) Puasa enam hari di bulan syawwal, (6) Puasa Nabi Daud AS (sehari puasa dan sehari tidak), (7) Puasa di bulan Sya’ban, dan (8) Puasa di bulan-bulan suci (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab).
Ketiga, puasa haram (diharamkan). Puasa yang diharamkan menurut al-Sunnah dan Jumhur ulama ada empat, yaitu: (1) Puasa hari raya Idul Futri, (2) Puasa hari raya Idul Adha, (3) Puasa hari Tasyrik (tgl. 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) dan (4) Puasa Sunnah yang dilakukan seorang isteri tanpa izin suaminya.
Keempat, puasa makruh. Puasa yang dimakaruhkan dalam mazhab Syafi’i ada tujuh, yaitu: (1) Puasa hari jum’at saja, (2) Puasa hari sabtu saja (3) Puasa satu hari atau dua hari menjelang Ramadlan, (4) Puasa separuh kedua di bulan Sya’ban (mulai dari tgl. 16 Sya’ban dst.) tanpa alasan dan tidak puasa di separuh pertamanya, (5) Puasa al-Dhar (setahun penuh), (6) Puasa sunah padahal ia punya hutang puasa wajib (Ramadlan), (7) Puasa hari Syak/Ragu (ragu apakah sudah tgl. 1 Ramadlan atau masih tgl. 30 Sya’ban; ragu apakah sudah tgl. 1 Syawwal atau masih 30 Ramadlan).
D. Al-Syurûth
1. Syarat Wajib Puasa.
Syarat-syarat wajib puasa dalam mazhab Syafi’i ada lima, yaitu: (a) Islam, (b) Mukallaf (dewasa dan berakal sehat), (c) Ithaqah (mampu/ kuat), (d) Sehat dan (e) Iqamah (bukan musafir).
2. Syarat Sah Puasa.
Syarat-syarat Sahnya puasa dalam mazhab Syafi’i ada empat, yaitu: (a) Islam, (b) Berakal sehat, (c) Suci dari haid atau nifas, (d) Mengetahui bahwa sudah wajib atau sunah berpuasa pada saat itu (tahu sudah masuk waktu berpuasa).
E. Al-Arkân (Rukun-Rukun Puasa).
Rukun-rukun puasa dalam mazhab syafi’i ada tiga, yaitu: (a) Niat, (b) Meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa, (c) Puasa.
F. Al-Sunan (Sunah-Sunah Puasa).
Sunah-sunahnya puasa dalam mazhab Syafi’i sangat banyak, antara lain, yaitu: (a) Menyegerakan berbuka puasa (ta’jil) setelah yakin tenggelam matahari (masuk waktu maghrib) sebelum shalat maghrib, (b) Pertama berbuka (ta’jil) dengan kurma atau buah manis atau manisan atau air putih, (c) Berbuka (ta’jil) dengan hitungan ganjil, (d) Berdo’a setelah berbuka (ta’jil atau makan) dengan do’a yang mashur, yaitu allahumma laka shumtu…dst., (e) Sebaiknnya tetap sahur walau sedikit atau seteguk air dengan niat sahur, (f) Mengakhirkan waktu sahur selama tidak khawatir kesiangan (terlambat), (g) Menjaga lisan dan perbuatan dari hal-hal yang tidak berguna, (h) Memperbanyak shadaqah, (i) Memperbanyak berbuat ihsan (baik) pada kerabat, fakir-miskin dan anak yatim, (j) Memperbanyak mengisi waktu dengan beribadah, seperti membaca al-Qur’an, zikir, membaca shalawat, shalat malam dan lainnya, (k) beri’tikaf di masjid terutama di sepertiga terakhir Ramadlan.
G. Al-Makrûhât (Hal-Hal yang dimakruhkan).
Dalam mazhab Syafi’i, hal-hal yang dimakruhkan saat berpuasa sanagt banyak, antara lain, yaitu: (a) Belebih-lebihan dalam wudlu saat berkumur dan menghirup air ke hidung, (b) Mencicipi makanan dengan lidah (lantas meludahkannya kembali), kecuali bagi yang sedang masak, (c) Berbekam, (d) Mengakhirkan berbuka (ta’jil) tanpa uzur bahkan dengan menyakini keutamaan mengakhirkan berbuka, (e) Mencium, berpelukan atau berpegangan (dengan isteri),jika tidak sampai syahwat, (f) Mandi air hangat, (g) Bersiwak setelah zawal (tergelincir matahari / masuk waktu zhuhur), (h) Bercelak mata.
H. Al-Mubthilât (Hal-Hal yang Membatalkan Puasa).
Hal-hal yang membatalkan puasa dalam mazhab Syafi’i ada sebelas, yaitu: (1) Masuknya sesuatu ke dalam lambung perut lewat lobang yang ada di anggota tubuh, (2) Muntah dengan sengaja, (3) Berhubungan suami-isteri, (4) Keluar air mani secara langsung (dalam keadaan jaga) dengan syahwat dan disengaja, (5) mengetahui dan mengerti bahwa semua (empat ) hal di atas itu membatatalkan puasa, (6) Gila, walau hanya sebentar,, (7) Mabuk atau Pingsan, jika disengaja walau sebentar atau tidak disengaja namun menghabiskan seluruh siang, (8) Datang haid, (9) Murtad, (10) Nifas, (11) Melahirkan.
I. Al-Muttafaq wa al-Mukhtalaf fih (Hal-Hal yang disepakati dan diperselisihkan).
Untuk subbab ini bisa di lihat di buku saya yang berjudul“Fiqh Ibadah Praktis Sehari-Hari Perspektif Mazhab Syafi’i dan Perbandingan Mazhab” UIN Malang Pers.
Hukum-Hukum Berpuasa
1. Hukum Berpuasa Bagi Wanita Hamil
Hukum Islam membolehkan bagi wanita yang hamil untuk tidak berpuasa jika dikhawatirkan adanya efek samping negatif bagi dirinya atau bayinya. Apabila yang hamil dan menyusui tidak berpuasa maka dia wajib menggantinya di hari lain tanpa membayar fidyah menurut mazhab Imam Abu Hanifah.
Sedangkan dalam mazhab Syafi’i dan Hambali bila keduanya hanya mengkhawatirkan keadaan bayi atau janinnya saja maka yang hamil atau yang menyusukan harus menggantinya dengan tambahan membayar fidyah. Mazhab Malik membolehkan tidak membayar fidyah bagi yang hamil dan hanya mewajibkan qadha dan fidyah bagi yang menyusukan. Demikian, wallohu a’lam. (M Quraish Shihab)
2. Hukum Berpuasa Bagi Ibu Menyusui
1. Hukum Islam membolehkan bagi yang hamil untuk tidak berpuasa jika yang hamil mengkhawatirkan adanya efek sampingan negatif bagi dirinya atau bayinya.
2. Apabila yang hamil dan menyusui tidak berpuasa maka dia wajib menggantinya di hari lain tanpa membayar fidyah menurut mazhab Imam Abu Hanifah. Sedangkan dalam mazhab Syafi’i dan Hanbali bila keduanya hanya mengkhawatirkan keadaan bayi atau janinnya saja maka yang hamil atau yang menyusukan harus menggantinya dengan tambahan membayar fidyah. Mazhab Malik membolehkan tidak membayar fidyah bagi yang hamil dan hanya mewajibkan qadha dan fidyah bagi yang menyusui. Demikian, wallahu a’lam. (M Quraish Shihab)
3. Bagaimana Cara Membayar Hutang Puasa Karena Hamil dan Menyusui?
Ada seorang wanita tidak puasa selama 2 minggu karena sedang hamil dan belum sempat dibayar (qodlo) pada tahun tersebut, sedangkan tahun berikutnya wanita tersebut juga tidak berpuasa karena sedang menyusui. Bagaimana cara membayar puasa-puasa tersebut.
Jawaban :
Bayarlah pada kesempatan pertama ditambah dengan membayar fidyah (memberi makan seorang miskin) setiap hari tidak puasa dengan memberi makan seorang miskin. Ada ulama yang mewajibkan pula penambahan pembayaran fidyah seperti tersebut akibat menangguhkan pembayaran hingga tiba Ramadan berikutnya. (M Quraish Shihab)
4. Hukum Menggosok Gigi Saat Puasa
Bersiwak/ bersikat gigi dianjurkan oleh Nabi SAW dan dilakukan beliau berkali-kali sepanjang hari ketika beliau berpuasa. Menggunakan pasta gigi pun boleh selama tidak tertelan dengan sengaja. (M Quraish Shihab)


5. Disuntik Saat Puasa, Bolehkah?
Bolehkan suntikan diberikan saat kita sedang berpuasa? Menurut M Quraish Shihab diperbolehkan untuk disuntik saat sedang berpuasa, jadi suntikan itu tidak membatalkan puasa.
6. Shalat Tarawih Sendirian
Nabi SAW tiga malam berturut-turut salat tarawih berjamaah di masjid, kemudian banyak yang mengikuti. Maka beliau pun salat sendirian di rumah, karena khawatir umatnya akan menduga kalau shalat tarawih itu wajib. Karena itu tak ada halangan shalat tarawih dilaksanakan sendirian. Tetapi lebih utama jika dilakukan secara berjamaah, karena setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW alasan khawatir menjadi wajib tidak ada lagi. (M Quraish Shihab)
7. Menunda Haid Agar Bisa Puasa Sebulan
Ulama berbeda pendapat untuk soal ini. Ada yang membolehkan dan ada pula yang melarang. Saya cenderung mendukung yang melarang. Haid mempengaruhi fisik dan psikis wanita. Allah telah memberi kemudahan mengapa ditolak? (M Quraish Shihab)
8. Hukum Puasa Bagi Lansia
Dalam QS al-Baqarah (2): 184, antara lain dinyatakan: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” Inilah dasar hukum yang membolehkan membayar fidyah bagi seseorang yang merasa sangat berat untuk berpuasa. Ini berlaku misalnya bagai orang yang sudah tua. Sahabat Nabi, Ibnu Abbas, memasukkan wanita yang hamil dan/atau menyusui dalam kandungan makna ayat di atas, sebagaimana diriwayatkan oleh pakar hadits al-Bazzar.
Sedang dalam pandangan mazhab Hanbali wanita yang hamil atau menyusui, maka mereka tidak membayar fidyah, tetapi harus mengganti puasanya pada hari yang lain. Dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i kalau keduanya tidak berpuasa karena hanya khawatir keadaan janin/ bayi yang disusukannya saja, bukan terhadap diri mereka, maka mereka harus membayar fidyah dan dalam saat yang sama mengganti puasanya. Sedang bila khawatir atas diri mereka saja, atau diri mereka bersama dengan bayi/janin, maka ketika itu, mereka hanya berkewajiban mengganti puasa, dan tidak membayar fidyah.
Ini karena seseorang yang khawatir, walau atas dirinya saja, maka ia telah dibenarkan untuk tidak berpuasa serupa dengan orang sakit. Ini berdasar firman Allah dalam QS al-Baqarah (2): 184; “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
Fidyah yang dibayarkan itu adalah memberi makan seorang miskin, seperti makanan sehari-hari yang bersangkutan, atau senilai dengan harga makanan itu. Nilainya tentu berbeda antara seorang dengan yang lain. Bukankah nilai makanan kita berbeda-beda? Demikian, wallahu a’lam. (M Quraish Shihab).
4 Madzhab Tentang Puasa
1. Pendapat mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu’ dan qiran –sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya.
Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.
2. Pendapat  Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.
3. Pendapat Mazhab Syafi’iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla’, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari. Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada ‘Aisyah: ‘Apakah kamu mempunyai makanan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Tidak punya’. Terus Nabi bilang: ‘Kalau begitu aku puasa’. Lantas ‘Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: ‘Adakah sesuatu yang bisa dimakan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Ada’. Lantas Nabi berkata: ‘Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa’.
4. Pendapat Mazhab Hambaliyah : Tidak beda dari Syafi’iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semupa jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi’iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).
Kita diperbolehkan menggunakan niat puasa sebulan penuh milik Madzab Maliki dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatau gaungan ibadah puasa. Dan juga kebiasaan dari manusia kalau manusia itu tempat salah dan lupa, kadang ada yang bertanya kita lupa niat bagaimana hukumnya??? Dan untuk menghindari dari permasalahan tsb maka Insya Allah alfaqir akan memberitahu cara agar supaya kita tercegah dari kelupaan dalam niat, dan untuk diterima atau tidaknya itu hanyalah urusan dari Allah Azza Wa Jalla.
Kita menggunakan niat beliau semata-mata hanya untuk mencegah kelupaan atau jika kita lupa niat puasa pada malam harinya maka puasa kita masih sah. Tapi tidak hanya dengan melafadzkan niat Imam Malik yang sebulan penuh itu kita tidak niat lagi tiap malam. Kita tetap niat puasa setiap malam (menurut Madzab Imam Syafi’i). Niat Imam Malik tsb hanya untuk menutupi apabila kita lupa niat pada malam harinya.

Sebenarnya perbedaan bukanlah hal yang besar untuk dipermasalahkan, apalagi sampai memecah belah umat. Setiap imam yang berbeda pendapat pasti memiliki dasar yang sangat kuat. Selain itu, potensi intelektual yang diberikan Allah SWT pada setiap orang jelas berbeda. Dengan perbedaan intelektual tersebut, mustahil semua orang bisa menarik kesimpulan yang sama ketika berhadapan dengan syariah. Belum lagi ungkapan dan gaya bahasa Qur’an serta hadist memiliki potensi multiinterpretasi (multi ta’wil), baik karena factor ungkapan maupun susunannya.

Menyikapi perbedaan empat imam dalam beribadah, kita sebagai umat islam harus mencari tahu dulu yang paling benar atau paling tidak mendekati benar menurut Qur’an dan Hadis. Selain itu sikapilah perbedaan pendapat dengan bijaksana.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

my lovely