blog ini di khususkan buat penambahan cakrawala berfikir kita tentang IPTEK. dan benar milik hendri. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sosiologi Dakwah

BAB I
TINJAUAN UMUM TENTANG SIOLOGI DAKWAH
A.      Sebab Munculnya Sosiologi Dakwah
Sosiologi Dakwah merupakan cabang dari disiplin ilmu Sosiologi. Barangkali pertanyaan yang timbul kemudian adalah ”Mengapa muncul sebuah ilmu baru yang bernama sosiologi dakwah?” Kenyataan dalam kehidupan manusia menunjukkan bahwa masyarakat, secara terus menerus mengalami perubahan yang
sangat cepat, progresif dan seringkali tampak gejala desintegratif, yaitu melonggarnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum. Perubahan secara cepat itu menimbulkan culture lag yaitu ketertinggalan budaya karena berhadapan dengan sejumlah kendala. Ini merupakan sumber masalah dalam masyarakat, masalah-masalah dalam masyarakat bisa terjadi dalam dunia dakwah yang selesai sulit bahkan tidak mampu untuk diselesaikan. Dalam hal ini pakar sosiologi diharapkan bisa member kontribusi untuk ikut memecahkan masalah-masalah dakwah yang mendasar.
Seorang dai (pelaku dakwah) adalah manager, informator, konduktor yang harus berperilaku seperti yang diharapkan masyarakat. Seorang dai yang bertindak sebagai pendidik, pengajar dan pembangun masyarakat diharapkan berperilaku baik dan bermoral tinggi sebagai teladan bagi masyarakat masa yang akan datang. Kepribadian dai dapat mempengaruhi suasana proses dakwah dalam suatu komunitas tertentu, yang bisa membuat komunitas yang menjadi mitra dakwah, untuk memperhatikan, memahami dan melaksanakan pesan dakwah. Sementara itu perkembangan masyarakat banyak dipengaruhioleh faktor- faktor internal dari kalangan masyarakat itu sendiri atau faktor eksternal yang dianggap memiliki kewibawaan.

B.      Definisi Sosiologi Dakwah
Secara epistimologis, terdiri dari dua kata, sosiologi dan dakwah. Sosiologi berarti ilmu tentang kemasyarakatan dalam tindakan-tindakan hidupnya kehidupan bermasyarakat, sedangkan  dakwah adalah upaya untuk berusaha mengajak  orang kepada kebaikan.
Sosiologi Dakwah, secara etimologis, adalah  ilmu yang mengkaji tentang upaya pemecahan masalah-masalah dakwah  dengan pendekatan sosiologis. Dan yang menjadi  aspek sosiologi karena dalam kegiatan dakwah itu terdapat hubungan dan pergaulan sosial, yakni hubungan antara pelaku dakwah dan  mitra dakwah.
Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompok sosial  dan proses sosial  terdapat hubungan-hubungan siosial  atau secara teknis atau di sebut interaksi sosial, dari hasil interaksi sosial ini maka masyarakat  harus  mampu mengembangkan dan membentuk tingkah laku yang kemudian menumbuhkan  dan mengembangkan sistem dakwah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosiologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari hubunga-hubungan antara semua pokok masalah dalam proses dakwah dan proses sosial. Sosiologi Dakwah adalah ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memecahkan masalah-masalah dakwah dengan pendekatan dan analisis sosiologis.

C.      Eksitensi Soiologi Dakwah
Dakwah  merupakan bagian penting dari pemikiran masyarakat, maka sosiologi  bisa diharapkan  memiliki peran penting  dalam pemikiran dakwah. Tugas dakwah menurut soiologi adalah menjaga harmonisasi kehidupan    masyarakat  dan mendorong kemajauan masyarakat, hal ini sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri, kemaslahatan umat atau kemajuan masyarakat.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki lapangan penelitian, sudut pandang, metode, dan susunan pengerahuan. Objek penelitiannya adalah tingkah laku manusia dalam kelompok. Sudut pandangnya adalah memandang hakekat masyarakat kebudayaan dan individu secara ilmiah. Adapun susunan pengetahuannya terdiri atas konsep-konsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, budaya dan perkembangan individu.
Maka eksistensi sosiologi dakwah sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik antar sesama. Karena, sosiologi dakwah tujuan walnya untuk menjaga stabilitas kehidupan bermasyarakat dan bersosial.

D. Konsepsi dan Posisi Sosiologi Dakwah
Dalam sejarahnya, manusia tidak pernah berhenti dari kesibukan. Baik kesibukan dalam menghadapi kehidupan luar maupun kesibukan dalam hubungan diri sendiri. Sejak pagi sampai malam mulai dari anak kecil sampai orang tua, mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Dalam kesibukan-kesibukan itu terjadi hubungan timbal balik dalam upaya mencapai dan memenuhi hubungan mereka.
Dalam menghadapi  lingkungan  sekitar, manusia dengan tingkah lakunya menimbulkan usaha-usaha  untuk mengetahui kebutuhan mereka, misalnya, dalam memanipulasi suatu benda untuk menjadi barang kebutuhan kegiatan manusia  untuk mengetahui, menguasai  dan memanfaatkan alam sekitar itu menimbullkan berbagai cabang ilmu  pengetahuan dan teknologi.
Berbagai kegiatan manusia sebagai makluk sosial memunculkan berbagai ilmu  pengetahuan. Misalnya, kegiatan untuk berdakwah, yakni  menyampaikan suatu ajaran  atau mengajak terhadap hal yang positif  karena itu lahirnya sosiologi dakwah  masih sangat tebatas  untuk bisa diketahui  oleh  masyarakat luas, baik di Indonesia bahkan dunia sekalipun.

E. Memahami dan Melaksanakan  Sosiologi Dakwah
Sosiologi dakwah akan bisa dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari serta dimanfaatkan dalam bidang dakwah, untuk memecahkan masalah-masalah dakwah yang mendasar.
Sosialisasi keberagaman yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan sangat membantu pelaksanaan sosiologi dakwah. Secara  singkat dapat di katakanan bahwa sosialisasi keagamaan  proses membimbing individu  ke dalam dunia sosial keagamaan dan budaya kebragamaan juga sebagi pembentuk agar menjadi jati diri yang secara khusus baik di masyarakat.
Sosialisasi keberagamaaan merupakan bagian proses dari perbuatan dakwah dan dalam proses sosialisasi, individu belajar beragama, bertatakrama dan memilik berbagai ketrampilan sosial misalnya bertutur kata yang baik, beragul yang sesuai aturan dan dari interaksi antara  seorang dengan lingkungan, secara berangsur-angsur  dia akan memperoleh kesadaran akan dirinya sebagai pribadi. Sosialisasi keberagaman bisa berlangsung di dalam keluarga sebagai salah satu di antara pusat-pusat dakwah yang bertugas membentuk kebiasaan-kebiasaan dalam keberagaman untuk landasan dalam kehidupan mereka.
     
F.     Tujuan Sosiologi Dakwah
Tujuan sosiologi dakwah dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Menganalisis proses sosialisasi keberagamaan, baik dalam keluaraga maupun masyarakat.
  2. Menganalisis  perkembangan dan kemajuan  sosial keagamaan.
  3. Menganalisis  tingkat partisipasi  orang-orang  yang memiki pengetahuan  keagamaan dalam kegiatan dakwah dalam masyarakat.
  4. Membantu  menentukan  tujuan dakwah, dakwah yang baik  adalah dakwah yang berangkat  dari kondisi  masyarakat  dan  hasinya   juga akan  memberikan  manfaat bagi kemajuan  kebragamaan masyarakat tersebut.
  5. Memberikan pelatihan–pelatihan  yang efektif  bagi para da’i dalam bidang sosiologi  sehingga mereka  benar-benar bisa  melaksanakan  tugas dakwah secara  cepat  dan tepat.


BAB II
HUBUNGAN DAKWAH DAN MASYARANKAT
DALAM  PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Untuk memahami dan menjelaskan hubungan antara fenomena dakwah dan masyarakat dalam perspektif sosiologi perlu dikemukakan teori besar sosiologi, yaitu Stuktural fungsional, interaksionisme simbolik dan teori pertukaran
A.    Perspektif Teori Struktural Fungsionalisme
Teori struktural fungsionalisme adalah teori sosiologi yang terhimpun dalam paradigma fakta sosial. Tokoh utama paradigma ini adalah Emile Durkhaim. Dua karyanya yang terkenal adalah The Rules of Sociological Methode dan Suicide.
Mengenai fakta sosial, George Ritzer dalam bukunya, A multiuple paradigma science, menjelaskan bahwa  ada dua tipe dasar  struktur fakta sosial  dan  pranata sosial, bagi Durkheim kedua tipe tersebut bersifat eksternal, umum dan memaksa individu-individu  anggota  masyarakat. Secara lebih rinci, fakta sosial  itu dapat terwujud  berupa kelompok, misalnya kelompok politik, kelompok ekonomi, kelompok olahraga dan lain sebagainya.
Horton dan Hunt menjelaskan bahwa perspektif  fungsionalisme  struktural itu  memiliki  sejumlah asumsi–asumsi yang digunakan untuk memahami masyarakat adalah sebagai  berikut:
·           Corak perilaku timbul karena  secara  fungsional bermanfaat.
·           Pola-pola perilaku  timbul untuk memahami kebutuhan dan hilang  apabila kebutuhan itu berubah.
·           Perubahan sosial dapat mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun setelah itu  akan terjadi keseimbangan baru .
·           Nilai atau kejadian  pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat  yang berbeda.
·           Para fungsionalisme mengajukan pertanyaan bagaimana nilai praktik, nilai lembaga ini membantu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Teori struktural fungsional dapat menjelaskan bahwa pengajian, ceramah, konseling agama dan pemberdayaan masyarakat ternyata mempunyai hubungan funsional dengan masyarakat. Dalam hal ini Nampak bahwa aktifitas dakwah dapat menciptakan kondisi dimasyarakat yang dapat menunjang pembaharuan. Peran dakwah sangat jelas terutama karena pesan yang dibawa dapat tersebar luas melampaui jarak dan waktu. Pesan tersebut dapat berupa ajaran, Syari’ah, akhlak dan lainnya.
B.     Perspektif  Teori  Interaksionisme simbolik
         Masyarakat marupakan bentuk riil dari elemen-elemen yang ada, kemudian dalam hal ini masyarakat merupakan pembentuk tindakan sosial dan difinisi sosial. Oleh karena itu manusia merupakan pencipta aktif realitas sosialnya sendiri.
         Teori interaksionalisme  simbolik adalah salah satu teori yang termasuk dalam paradigma definisi sosial. Tokoh paradigma ini  adalah  Max Weber. Karya-karyanya, terutama The Structure of Social  Action  menjadi model paradigma ini. Karya karya Max Weber  sangat berperan  dalam pengembangan  ketiga  teori  yang termasuk dalam  paradigma  definisi sosial, yakni interaksionalisme  simbolik, teori tindakan  dan teori fenomenologi .
Teori interksionisme simbolik  yang merupakan teori  tindakan manusia dalam menjalin interaksinya dengan sesama anggota  masyarakat. Adapun asumsi-asumsi dapat dikemukakan sebagai berikut.
·           Manusia bertindak ke arah berbagai hal atau  atau dasar makna yang dimiliki hal-hal itu  bagi mereka.
·           Makna hal-hal- tersebut muncul dari interksi sosial antara seseorang dengan kawannya.
·           Makna hal-hal itu diambil dan dimodifikasi melalui sebuah proses interpretatif yang digunakan  perorangan  dalam hubunghan  dengan hal-hal yang dihadapinya.
Menurut Ritzer, kesimpulan utama yang perlu diambil dari subtansi teori interaksionalisme  simbolik adalah bahwa kehidupan masyarakat itu terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar.
Dalam perspektif interaksionalisme simbolik, dakwah dengan pesan yang dibawanya dapat mengilhami pikiran anggota masyarakat untuk bersikap dan bertindak tertentu terhadap kejadian dan fenomena yang terjadi dalam masyarakat.
C.    Perspektif Teori Pertukaran
Teori pertukaran merupakan salah satu teori  sosoiologi   yang bernaung di bawah paradigma  perilaku sosial. Asumsi asumsi yang mendasari teori perilaku sosial adalah sebagai berikut:
·      Manusia pada  dasarnya  tidak mencari keuntungan maksimal tetapi mereka selalu ingin mendapatkan keuntungan dari interaksinya dengan orang lain.
·      Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya tetapi dalam mereka setiap interaksinya   dengan manusia cenderung berpikir untung rugi.
·      Meski tidak  memiki informasi yang mencakup semua hal sebagai alasan  untuk mengembangkan alternatif tetapi manusia setidaknya memiliki  informasi meski terbatas  yang dapat dipakai untuk mengembangkan  alternatif guna memperhitungkan untung rugi yang mungkin timbul.
·      Manusia selalu berada dalam keterbatasan namun mereka tatap berkompetisi untuk mendapatkan  keuntungan dalam  interaksinya.
·      Meski manusia selalu berupaya  untuk mendapatkan keuntungan  dari hasil interaksinya  dengan manusia lain  tetapi mereka  dibatasi oleh sumber  daya yang tersedia.
·      Manusia berusaha  mendapatkan hasil dalam bentuk materi namun mereka juga akan melibatkan dan menghsilkan sesuatu yang bersifat non materi.
Dengan demikian teori pertukaran sosial menggambarkan manfaat yang dapat diperoleh dalam hubungan antara dakwah dengan masyarakat, keuntungan yang diperolah dapat berupa material, immaterial dan sosial.


BAB III
DAKWAH SEBAGAI REKAYASA SOSIAL
A.  Dakwah Sebagai Ajakan
Dakwah merupakan suatu ajakan atau seruan terhadap seseorang atau sejumlah orang, untuk  mengikuti amalan ajaran  dan nilai-nilai islam. Bagi yang belum islam diajak untuk menjadi muslim dan bagi yang sudah islam diajak intuk menyempurnakan islamnya. Bagi yang sudah mendalam didorong untuk mengamalkan dan menyebarkannya.
Orang beragama itu seperti menuntut ilmu, ada yang tingkatan ilmunya sangat rendah karena belajarnya hanya sampai taman kanak-kanak atau hanya lulus pemberantasan buta huruf saja, ada yang sampai SD, SMP, SMA, S1, S2 dan ada yang sampai S3. Oleh sebab itu dakwah  tidak hanya  berlaku untuk mereka  yang belum  islam atau islamnya yang masih lemah, dakwah juga berlaku  bagi yang tingkat keislamannya  sudah tinggi sekalipun. Sebab betapa tingginya  keislaman sesorang  mereka adalah manusia  juga, yang punya hawa nafsu yang sering lupa.
Dakwah juga berarti upaya memanggil kembali hati nurani untuk menghilangkan sifaf-sifat  buruk dan menggantinya dengan sifat-sifat yang mulia  yang tunduk dan patuh kepada Allah di mana sifat-sifat itu adalah  sifat-sifat yang sesuai dengan hati nurani manusia.
Jadi yang didakwahi adalah siapa saja, termasuk ustadz, kyai, mubaligh, zuama, pemimpin dan lain sebagainya. Yang sedang lupa atau imannya menurun karena kualitas iman seseorang bersifat fluktuatif.

B.  Dakwah sebagai Proses Komunikasi
Selanjutnya dakwah juga dapat dipahami sabagai proses komunikasi ”tabligh” setiap muslim, seperti juga nabi saw disuruh mengkomunikasikan ajaran islam, betapa pun pengetahuannya tentang islam  masih sangat sedikit, Komunikasi itu terjadi secara  lisan, maupun tulisan. Komunikasi dapat terjadi secara individual maupun massal, baik secara  personal “face to face” maupun media elektronik dan media cetak, baik secara langsung (di forum, seperti pengajian).
Dalam komunikasi itu selain terjadi transformasi biasanya diikuti proses internalisasi iman dan islam, pengamalan, pentradisian ajaran dan nilai-nilai islam serta perubahan keyakinan, sikap dan peilaku manusia. Perubahan keyakinan, sikap dan perilaku itu terjadi setelah ada proses komunikasi dan tranformasi ajaran dan nilai-nilai islam itu sendiri.

C.  Dakwah sebagai Penyebaran Rahmat Allah
Di samping itu, dakwah juga sebagai penyebaran rahmat, cinta kasih pada sesama manusia  bahkan pada sesama mahluk di seluruh alam. Allah menurunkan agama islam ini sebenarnya merupakan wujud cinta kasih, rahman dan rahimnya, Agar hidup manusia di dunia baik dan selamat di akhirat dengan diperintah  untuk membaca dan belajar, manusia akan menjadi  lebih baik.
Oleh sebab itu, dalam berdakwah juga harus dilandasi dengan cinta kasih untuk menyelamatkan manusia. Dengan demikian dakwah itu tidak lain merupakan penyebaran rahmat kepada seluruh alam.

D.  Dakwah sebagai Pembebasan
Islam mengandung ajaran dan petunjuk tentang bagaimana membebaskan diri dari belenggu dengan alam, materi, budaya dan tradisi. Bagaimana membebaskan diri dari kebodohan, melepaskan diri dari kebekuan berpikir, melepaskan diri dari kemiskinan dan bagaimana kita bisa melepaskan diri dari kemalasan.
Selain dibebaskan dari belenggu kemusyrikan bangsa Arab juga dibebaskan dari belenggu tradisi perbudakan, yaitu menghilangkan perbudakan dan menempatkan semua orang dalam kehidupan yang bebas dan merdeka.
Ayat-ayat makkiyah adalah ayat-ayat pembebasan yang melepaskan masyarakat pada masa itu dari berbagai belenggu kehidupan, menjadi umat yang merdeka dalam pengertian yang seluas-luasnya.
Dakwah juga berarti membebaskan manusia dari kebodohan, bahkan sebenarnya manusia itu sebenarnya dianjurkan untuk menuntut ilmu agar tidak bodoh. Bahkan manusia itu diprogram oleh Allah untuk menjadi pembangun peradaban di muka bumi. Karena itu  manusia dibelaki akal pikiran  yang menjadi perangkat paling penting untuk membangun peradaban iman. Karena itu manusia dibekali akal  npikiran yang menjadi perangkat paling penting untuk membangun peradaban.
Dakwah juga berarti membebaskan manusia dari kemiskinan karena kemiskinan akan bisa menggurani martabat manusia, kemiskinan juga bisa  menyebabkan manusia menjadi lemah karena kekurangan makan, gizi, vitamin,  karbohidrat dan mengakibatkan daya tubuh menjadi lemah dan mudah terkena penyakit. Dengan pendekatan pemberantasan kemiskinan yang diajarkan oleh islam  itu  maka  hubungan antara kelompok miskin  dengan orang kaya tetap terjaga. Hal ini berbeda dengan yang terjadi dilingkungan kaum komunis yang justru  membenturkan antara orang miskin  dengan orang kaya.
Ada tiga pendekatan islam tentang kemiskinan. Pertama mendorong manusia untuk mencari rizki. Kedua perintah infak, sedekah dan lain sebagainya untuk membebaskan manusia dari kemiskinan. Ketiga, mengancam orang yang kaya yang tidak menafkahkan harta kekayaannya untuk kepentingan umat.
Dengan pendekatan-pendekatan dalam pemberantasan kemisikinan seperti yang diajarkan oleh islam, maka hubungan antara kelompok miskin dan kaya akan tetap harmonis.

E.  Dakwah sebagai Penyelamatan
Dakwah di sini sebagai penyelamatan manusia di muka bumi dari berbagai hal yang mungkin timbul atau yang telah terjadi yang dapat merugikan manusia, orang  yang berbuat kesalahan atau dosa sebenarnya sedang mengalami dehumanisasi. Orang yang berbuat kesalahan atau dosa sebenarnya sedang mengalami degradasi.
Seorang manusia dalam arti sebenarnya  kalau  ia berkarya betapapun kecil ia dapat memberikan konstribusi  bagi perkembangan perdaban manusia, ia juga telah memberikan konstribusi pada sebuah peradaban, karena ia ikut  membersihkan jalan di mana  ia bertugas, sebaliknya orang yang melakukan tindakan kejahatan  ia telah   merusak peradaban.
Dakwah juga berarti membebaskan manusia dari kebodohan, karena ajaran islam menganjurkan agar  manusia  senantiasa berpikir dan menuntut ilmu. Dapat dikemukakan bahwa makin tinggi moral dan ilmu suatu masyarakat mamka makin tinggi pula peradaban mereka. Dalam bahasa Al Quran dikatakan orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya menjadi lebih tinggi.

F.  Dakwah sebagai Upaya  Membangun Peradaban
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi yang seharusnya mengikuti konsep dan kebijakan yang diwakilinya. Manusia seharusnya memiliki akhlak yang mulia seperti akhlak Allah. Artinya manusia harus memiliki ilmu, sebab Allah maha mengetahui. Manusia harus kreatif, mencintai sesama, pemaaf, berupaya menjadi kaya, adil dan seterusnya.
Dalam membangun peradaban di muka bumi ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, manusia harus beriman hanya kepada Allah, Tuhan yang maha esa, sehingga manusia mahkluk yang bebas dari berbagai macam belenggu kecuali keterlibatan dengan Allah semata-mata. Kedua, untuk membangun peradaban manusia diperlukan ilmu pengetahuan. Mungkin manusia harus melakukan kajian  terhadap ayat-ayat kauniyah. Dengan memahami ayat-ayat kauniyah yang mengandung sunnatullah, manusia akan memperoleh nilai tambah untuk mengolah sumber  daya alam yang disediakan Allah.

BAB IV
DAKWAH DAN PERUBAHAN SOSIAL
Dengan memperhatikan fungsi dakwah di atas, dapat dikatakan bahwa dakwah merupakan kegiatan yang memberikan informasi persuasif. Untuk merancang isi pembicaraan informatif dan persuasif tidak hanya sekedar berbicara tentang sarana yang digunakan dalam berkomunikasi, misalnya menggunakan pengeras suara, televisi, namun juga menyangkut isi informasi, banyak sedikitnya informasi, serta relevansi informasi. Informasi haruslah didasarkan pada argumentasi, contoh-contoh, kesaksian, dan penalaran yang benar yang pada gilirannya menuntut kredibilitas pembicara.
Oleh karena itu, kemampuan untuk menerapkan dan menetapkan strategi yang jitu untuk menarik simpati khalayak pendengar menempati posisi yang sangat penting. Jika kondisi tersebut telah dikuasai, maka khalayak pendengar akan dengan senang hati dan bahkan merasa perlu untuk melakukan hal-hal sebagaimana yang diharapkan oleh pembicara.
Cara Kerja Menyampaikan Informasi (Pembicaraan Informatif)
Dalam dunia ilmu komunikasi, professor komunikasi dari Hunter College City University, New York bernama Joseph A De Vito, menulis buku yang amat terkenal yang telah diterjemahkan ke dalam 12 bahasa. Buku tersebut berjudul “Human Communication”. Berdasarkan kerangka berpikir De Vito, maka akan dicoba mengikuti alur yang dikemukakan De Vito.
Prinsip-prinsip Pembicaraan Informatif
            Dalam   kehidupan sehari-hari sering kita jumpai berbagai kasus adanya “mis information” yang seringkali melahirkan konflik serius. Hal ini membuktikan bahwa mengkomunikasikan infor masi kepada pihak lain bukanlah hal mudah, sederhana dan tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Berikut ini akan diuraikan sejumlah prinsip tentang pembicaraan informatif.
·         Batasi jumlah Informasi.
·         Kaitkan informasi baru dengan yang lama.
·         Tekankan manfaat.
·         Sajikan informasi melalui beberapa alat indera.
·         Variasikan tingkat abstraksi.
Dalam pembicaraan informatif anda akan memusatkan pada pendemonstrasian dan pendefinisian berbagai istilah dan proses. Anda mungkin melakukan ketiga hal ini dalam satu pembicaraan anda pada deskripsi, demonstrasi dan definisi saja. Berikut ini contoh masing–masing dari ketiga macam pembicaraan itu:
·         Pembicaraan Deskripsi
Dalam pembicaraan deskripsi, anda mencoba menjelaskan objek tertentu, kejadian atau proses tertentu. Berikut contohnya: Menguraikan objek atau orang, rukun islam, pribadi Rasulullah, urutan surat-surat al-Quran, denah ka’bah dalam Masjidil Haram, menguraikan peristiwa atau proses, perang badar, peristiwa nuzulul quran, pertama kali Nabi menerima wahyu, peristiwa isra’ mi’raj dan sebagainya.
·         Strategi untuk penguraian
Berikut strategi untuk menguraikan objek dan orang dalam peristiwa dan proses:
·         Gunakan pola spesial atau topikal apabila anda hendak menguraikan objek dan orang. Gunakan pola temporal apabila hendak menguraikan peristiwa dan proses.
·         Gunakan beragam kategori deskriptif untuk menguraikan objek atau peristiwa. Misalnya tentang kategori fisik ka’bah kita bisa mempersoalkan hal-hal berikut kepada diri sendiri:
1.a. Bagaimana bentuknya?
1.b. Apa warna kiswahnya?
1.c. Berapa besarnya?
1.d. Berapa tingginya?
1.e. Apa nama-nama sudutnya?
1.f. Di mana posisi Hajar Aswad?
·         Pertimbangkan penggunaan alat bantu audiovisual.
·         Kita juga perlu mempertimbangkan pola jurnalistik dalam membuat laporan berita, misalnya siapa, apa, dimana, kapan, dan mengapa.
·         Mengembangkan pembicaraan deskriptif       
Uraian di bawah ini menggambarkan bagaimana anda dapat menyusun pembicaraan deskriptif. Memelalui contoh ini, pembicara menguraikan empat langkah dalam membaca sebuah buku agama. Setiap butir utama merupakan salah satu langkah dalam membaca sebuah buku agama. Pola pemikirannya adalah temporal. Pembicara membahas butir-butir utama menurut urutan kejadian. Berikut ini bentuk kerangka bahasan:
·         Mempelajari bacaan
·          Membaca untuk pemahaman
·          Membaca untuk mengingat
·          Mengkaji ulang untuk bacaan
Pembicaraan Mengenai Definisi
            Dalam mendefinisikan suatu istilah atau memberikan ceramah tentang definisi. Ini merupakan subjek yang baru bagi para jamaah pendengar yang mereka kenal tetapi disajikan dengan cara yang baru dan berbeda. Misalnya:
Mendefinisikan istilah:
Apakah ghibah?
Apa yang dimaksud dengan perizinan?
Macam-macam penyakit hati?
Apa rukun nikah?
Mendefinisikan rukun Islam
Apa yang dimaksud amal ibadah?
·         Strategi untuk Mendefinisikan
·         Gunakan beragam definisi.
·         Pastikan definisi itu menambah kejelasan.
·         Gunakan sumber yang dapat diprcaya dalam mendefinisikan.
·         Mulai dari apa yang dikenal jamaah.
·         Mengembangkan pembicaraan tentang definisi
·         Penyembunyian
·         Pemalsuan
·         Penyesatan
Pembicaraan Demonstrasi
·         Strategi untuk Demonstrasi
·         Gunakan pola organisasi temporal.
·         Sajikan gambaran umum kemudian bicarakan langkah-langkah satu per satu.
·         Gunakan alat bantu visual yang memperlihatkan langkah-langkah proses secara berurutan.
·         Mengembangkan pembicaraan Demonstrasi
Berikut adalah contoh pembicaraan demonstrasi di mana pembicara mendemonstrasikan bagaimana mendengarkan secara aktif.
Sasaran spesifik: Mendemonstrasikan tiga tekhnik secara aktif.
Tesis : Kita dapat mempelajari cara mendengarkan secara aktif.
·         Menafsirkan maksud pembicara
·         Menyatakan pengerteian atas perasaan pembicara
Mengajukan pertanyaan.

BAB V
SOSIOLOGI UMAT DAN  DAKWAH
A.  Umat dan Aspek-aspeknya
Massa, menurut Denis McQuaill, merupakan konsep yang ambivalen dan sarat konotasi. Selanjutnya dia mengatakan bahwa dalam ilmu sosial, sejak dulu hingga saat ini, kata massa memiliki makna positif dan negatif secara tegas. Makna negatifnya menurut sejarah berasal dari pemakaian kata massa dalam kaitan dengan kerumunan atau orang banyak, khususnya dalam pengertian sejumlah orang yang tidak treratur dan bebas.
Dakwah tidak hanya sebagai aktivitas semata, tapi dakwah adalah penyampaian nilai-nilai dan norma yang tertanam dalam agama dan dakwah buka pekerjaan yang kemudian menghasilkan banyak berlimpah uang. Tetapi bagaimana mencari ridho dan syari’ahnya, sehingga apa yang kita ketahui dapat diaplikasikan lewat ceramah.
Seringkali dakwah diartikan sebagai  ceramah melalui radio, televisi atau Mimbar, di tengah lapangan. Secara sosiologis dakwah bukan sekedar penyampaiaan  pesan agama meski di antara  fungsi dakwah memang melakukan proses tersebut, namun secara sosiologis dakwah memilki arti yang sangat luas. Dakwah yang  dikaitkan dengan komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk  membuat prediksi massal dan untuk menjangkau kalangan umat dalam jumlah yang besar.
Istilah massa mecakup beberapa unsur masyarakat pendengar radio atau pemirsa televisi yang tidak saling terkait dari ketiga konsep yang ada. Massa berjumlah sangat besar, lebih besar dari kelompok, kerumunan atau publik. Para anggotanya tersebar luas dan biasanya tidak mengenal satu sama lain. Massa kurang memiliki kesadaran diri dan identitas diri serta tidak mampu bergerak bersama untuk mencapai tujuan tertentu.

B.  Dakwah dan Khalayak Massa
Untuk menjelaskan fungsi dakwah sebagai komunikasi  informal dan khlayak massa dari perspektif sosiologis dapat dikemukakan beberapa contoh studi  sosiologis yang  berisi  informasi tentang  komunikasi massa sebagai proses sosial.
Komunikasi Informasi dan Khalayak Massa
1.    Para pemuka  pendapat dalam kampanye pemilhan  Umum
Ada dua penemuan yang menonjol dan sangat bermanfaat bagi peneliti komunikasi:
a.    Diperhatikannya perhatian khusus pada peranan pemuka pendapat sebagai sumber informasi.
b.    Beberapa penyempurnaan dari model komunikasi dua tahap, seperti dikenalnya (Depari dan Andrews;1978; 20)
2.    Pola-pola pengaruh di sebuah kota kecil
Dalam pola ini orang yang mempunyai pengaruh merupakan bentuk dari kepercayaannya yang kemudian mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat. Sehingga penyampaian dakwah lebih mudah dengan ditopang kemampuan yang matang.
3.    Pengaruh Personal di Kota yang lebih luas atau Besar
Individu yang mempunyai pengetahuan yang lebih dari orang di sekitarnya, dia akan mempunyai nilai lebih terhadap teknik mempengaruhi, dan personal itu akan lebih mudah memppenngaruhi kota yang lebih besar. Karena daya tarik dan simpati akan muncul dengan sendirinya.
4.    Pencarian pendapat pengjindaran dan kepemimpinan pendapat
Para pengarang menyimpulkan bahwa pencarian pendapat haruslah dipandang sebagai peranan penting dalam arus pengaruh dan komunikasi personal.
5.    Studi Interpersonal tentang pembuat pendapat(opinion makers)
Para pemuka pendapat akan banyak membaca dan mendengarkan untuk bahan pendapat agar mampu memberikan kontribusi yang signifikan.
6.    Adopsi dan difusi inovasi
Konstribusi konseptual pokok yang kedua dari penelitian mengenai adopsi berasal dari pembahasan difusi sebagai proses sosial. Proses difusi inovasi atau gagasan dalam suatu komunitas dapat disegmentasikan ke dalam tahapan-tahapan untuk tujuan analisis.
7.    Bagaimana berita menyebar
Penyebaran berita akan sangat berpengaruh terhadap perubahan daya fikir pada setiap kelompok atau individu. Karena berita merupakan bahan yang sangat diharapkan guna memahami yang ada diluar lingkungannya. Kelompok atau individu mempunyai faktor untuk dapat menyebarkan berita, dari cerita kelompok sampai media-media.

Aspek-Aspek Lain dari Khalayak Massa
Aspek lain dari khalayak massa adalah bentuk dari begaimana mereka berkelompok dan berinteraksi dengan orang lain dan menghasilkan pendapat yang lebih bagus.
Charles R.Wight menuturkan, selama beberapa dasawarsa belakangan ini banyak  penelitian telah dilakukan dalam bidang analasis khalayak. Penelitian ini meliputi studi mengenal karakteristik demografis dan sosial khalayak media tertentu. Tumpang tindih di antara khalayak media, sifat penggemar dan bukan penggemar.
Banyak data telah dikumpulkan  mengenal karakteristik  demografis khalayak   media massa. Kadang kala penelitaian ini  memberikan gambaraan statistik mengenai khalayak perbandingan jumlah pria dan wanita.
Terpaan selektif, pola perilaku  komunikasi yang sangat penting, perlu diperhatikan, sebelum kita menutup bagian ini. Wright selanjutnya  mengatakan, belum jelas kombinasi faktor-faktor sosial dan psikologis yang mana menyebabkan pola-pola tersebut, mungkin terpaan selektif adalah suatu hasil sampingan karakteristik sosial para anggota khalayak.
Charles R. Wright mengatakan, jika kami kelihatan meruntuhkan hubungan antara komunikasi massa dan komunikasi personal maka hal itu memang disengaja. Terlalu mudah untuk menganggap khalayak media massa hanya mempunyai medium terpaan yang sama dan mengangap sebagai pengalaman komuniksai yang terpisah.
Rangkuman
            Hipohesis two-step flow of communication pada intinya berfungsi sebagai berikut” bahwa suatu gagasan seringkali mengalir dari radio dan bahan cetak kepada para pemuka pendapat dan dari mereka ini mmenyebar kepada orang yang kurang aktif mengikuti media”
            Everentt M. Rogers menegaskan bahwa, ternyata orang lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan antar pribadi dalam menentukan keputusan politiknya daripada media massa.
Robert K. Merton melalui penelitiannya telah menemukan adanya pemuka pendapat sebagai local influenttals (tokoh-tokoh) dan cosmopolitan influesntials (tokoh kosmopolitan) dalam mempengaruhi  perilaku anggota masyarakat antara local influeantials dengan cosmopolitan influesntials menunjukkan perilaku komunikasi yang berbeda.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

Allung Wid Widati mengatakan...

KEREN..... SUKA;

Unknown mengatakan...

Sangt mmbntu..alhmdulillh :)

Danoo0E mengatakan...

Ini resum dari buku mana ya, soalnya dr gambar buku yg di tampilkan isinya tidak sesuai

sumi fitriyani mengatakan...

ka blognya sangat membantu, terimaksih

mohon maaf sebelumnya boleh minta rujukan tulisan ini dari mana aja,, supaya ketika mengerjakan tugas jelas ada rujukannya gitu :)

Posting Komentar

my lovely