blog ini di khususkan buat penambahan cakrawala berfikir kita tentang IPTEK. dan benar milik hendri. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Akhlak dal mencari ilmu (studi kasus perilaku mahasiswa islam di indonesia)

Kampus merupakan suatu komunitas intelektual. Sebagai orang Islam, tentu kita sangat mendambakan kampus islami. Yang dimaksud dengan kampus islami adalah kampus yang menerapkan nilai-nilai Islam, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insan kampus maupun lingkungan. Hal ini tercermin dari paradigma dan perilaku manusia kampus itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Islam telah mengatur dan memberi petunjuk tatacara hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia dan lingkungannya.
Kita patut bangga dengan banyaknya lembaga pendidikan saat ini di Indonesia. Terlepas dari motif menjamurnya berbagai kampus selama ini, namun penulis bersangka baik bahwa fenomena ini menandakan bahwa kita mulai sadar akan pentingnya pendidikan dan peduli terhadapnya. Lantas, apakah kita merasa cukup dengan kuantitas kampus yang semakin banyak, tanpa mengimbangi dengan kualitas dan value (nilai-nilai)?
Cukupkah kemajuan kampus dinilai dengan ramainya mahasiswa, tanpa ada indikator moral yang baik? Idealnya, setelah menimba ilmu di kampus, mahasiswa diharapkan menjadi sosok sarjana yang cerdas secara intelektual dan spiritual serta menebar manfaat bagi orang banyak. Inilah dambaan kita semua.
Tulisan ini hanya mengkritisi kondisi dan potret kampus yang memakai label Islam seperti IAIN, UIN, STAIN/STAI, Perguruan Tinggi Islam lainnya di Indonesia saat ini. Sangat ironis, pemandangan yang tidak islami, mulai dari pakaian, penampilan, pergaulan, kebersihan dan kurangnya pengamalan ilmu “menghiasi” kehidupan berbagai “kampus islam” tersebut. Seakan kita tidak percaya bahwa ini “kampus Islam” yang berkonsentrasi dan mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Terlebih lagi para mahasiswa dan dosen serta stakeholdernya beragama Islam. Harapan penulis ada perbaikan dan usaha mewujudkan kampus islami yang kita dambakan.
Potret Kampus Islam di Indonesia
Di berbagai kampus Islam di Indonesia, tidak jarang kita menemukan para insan kampus berperilaku tidak islami dalam aktivitas sehari-harinya. Mahasiswi yang mengaku dirinya muslim namun berpakaian bertentangan dengan syariat Islam seperti berpakaian ketat, tipis/transparan, menampakan aurat dan lekuk tubuh dan norak. Bahkan suka pakai blue jin seperti orang laki-laki. Sedangkan mahasiswa berpenampilan dengan model rambut gondrong, memakai gelang dan kalung, berpakaian awut-awutan, tidak beda dengan penampilan preman. Cara mahsisiwi dan mahasiwa berpakaian/berpenampilan tidak beda dengan orang kafir. Yang jelas, bertentangan dengan syariat Islam. Begitu pula sering terjadi tawuran mahasiswa semakin mencoreng kampus yang nota benenya merupakan institusi pendidikan moral.
Selain itu, pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga sangat memprihatinkan. “Pergaulan bebas” mewarnai kehidupan di kampus, baik di kantin, taman, tempat parkir maupun ruang kuliah. Pacaran dan khalwat menjamur di mana-mana. Bahkan yang lebih memalukan, terjadinya kasus mesum (zina) justru di kampus yang notabenenya tempat pendidikan moral, yang dilakukan oleh oknum pasangan lawan jenis calon intelektual kita.
Ini akibat percampuran (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan dalam satu ruang kuliah, sehingga batasan antara lawan jenis sulit dijaga. Hubungan akrab antara laki dan perempuan dianggap suatu hal yang wajar. Bahkan mereka tidak merasa malu dan canggung berboncengan ria dan mesra dengan lawan jenisnya yang bukan muhrim dengan sepeda motor, baik di dalam maupun di luar kampus.
Tidak hanya itu, pemandangan para insan kampus yang merokok turut “menghisasi” kondisi buruk kampus. Mahasiswa dengan bebasnya merokok di kantin, ruang kelas, bahkan di depan kantor dosen sekalipun, tanpa ada teguran dan larangan dari pihak otoritas kampus. Parahnya, dosen dan karyawan pun ikut mempertontonkan aksi merokoknya. Bahkan ada dosen yang mengajar sambil merokok. Padahal, kita semua tahu bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Tapi justru pengetahuan ini diabaikan demi memuaskan nafsu si perokok.
Suasana ini pun diperparah dengan fenomena insan kampus yang sibuk dengan aktivitasnya pada saat azan berkumandang, baik di kantin, ruang kuliah, maupun kantor. Mereka lebih rela meninggalkan panggilan shalat berjamaah daripada meninggalkan aktivitasnya tersebut.Padahal masjid atau mushalla terletak sangat berdekatan dengan lokasi aktivitas mereka.
Selain itu, kondisi kampus yang tidak asri dan pemandangan kotoran binatang yang bertebaran di kawasan kampus serta toilet/WC yang jorok dan menebarkan bau yang tidak sedap semakin menambah kesan buruk citra kampus kita. Padahal, kita tahu bahwa kesehatan adalah segala-galanya. Faktor kebersihan merupakan faktor terpenting dalam kesehatan. Bahkan para mahasiswa pun kerap mendengar pesan-pesan al-Quran dan Hadits tentang kewajiban menjaga kebersihan. Sayangnya, ilmu mereka tersebut tidak diaplikasikan dalam realita kehidupannya.
Inilah potret negatif kehidupan sebahagian besar kampus dan perguruan tinggi Islam di Indonesia yang terlihat tidak ada bedanya dengan kampus umum. Meskipun fenomena buruk yang terjadi di kampus Islam masih lebih sedikit dibandingkan dengan kampus umum yang memang tidak berkonsentrasi dalam masalah syariat Islam. Karena nilai-nilai keislaman tidak menjadi prioritas dalam visi dan misi kampus umum. Hal ini berbeda dengan kampus Islam.
Sungguh memprihatinkan. Kalau begini kondisinya, mustahil kita mengharapkan mahasiswa menjadi sosok intelektual yang cerdas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi agama dan umat. Seharusnya, selain menjadi tempat menimba ilmu bagi mahasiswa, kampus juga tempat pembinaan akhlak. Mahasiswa diharapkan menjadi teladan yang baik bagi keluarga dan masyarakatnya. Pengetahuan yang diperoleh selama menimba ilmu di kampus diharapkan dapat diaplikasi dalam kehidupan mereka, bukan sekedar teori belaka.
Persoalan lain, berkaitan dengan silabus mata kuliah yang kurang berkualitas, sehingga banyak mahasiswa yang tidak paham syariat dengan baik terutama persoalan aqidah. Akibatnya, ajaran sesat berkembang dengan mudah di kampus. Maka tidak mengherankan Indonesia menjadi lahan subur ajaran sesat. Sebagai “kampus islam” seharusnya lebih mengfokuskan kepada ilmu-ilmu syar’i secara mendalam, integratif dan konprehensif, terutama mata kuliah aqidah dan al-Quran sejak dari semester pertama sampai semester akhir. Agar mahasiswa paham syariat dengan baik dan menguasai ilmu-ilmu syar’i, sehingga melahirkan manusia yang tangguh di bidang imtak (iman dan takwa) dan imtek (ilmu dan teknologi).



Bagaimana sebenarnya akhlak mencari dalam kacamata Islam.


A. Anjuran Menuntut Ilmu Dalam Islam
Menuntut ilmu adalah suatu keharusan bagi kita seorang muslim. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya. Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu al-Bayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar.


Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-‘Alaq, di dalam ayat itu Allah memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam – yang sering kita artikan dengan pena.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatian dan penekanannya pada kewajiban menuntut ilmu sedetail nabi Muhammad Saw. Maka bukan hal yang asing jika waktu itu kita mendengar bahwa Islam memegang peradaban penting dalam ilmu pengetahuan. Bahkan Rasulullah SAW juga bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.”
Ilmu merupakan sarana utama menuju kebahagiaan abadi. Ilmu merupakan pondasi utama sebelum berkata-kata dan berbuat. Dengan ilmu, manusia dapat memiliki peradaban dan kebudayaan. Dengan ilmu, manusia dapat memperoleh kehidupan dunia, dan dengan ilmu pula, manusia menggapai kehidupan akhirat.


Baik atau buruknya suatu ilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena niat dan tujuan si pemiliki ilmu. Ibarat pisau, tergantung siapa yang memilikinya. Jika pisau dimiliki oleh orang jahat, maka pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, merampok atau mencuri. Tetapi jika dimiliki oleh orang baik, maka pisau itu bisa digunakan untuk memotong hewan qurban, mengiris bawang atau membelah ikan.


B. Memuliakan Orang Yang Berilmu
Para ulama adalah salah satu dari ulil amri yang wajib kita ta’ati disamping penguasa kita. Allah berfirman: ” Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasulullah, dan ulil amri di antara kamu. ”(QS. 4:59)
Penafsiran ulul amri di sini mencakup para penguasa dan ulama serta para penuntut ilmu, sebab tugas penuntut ilmu adalah untuk menjelaskan syariat Allah dan mendakwahi manusia untuk menengakkannya, sementara tugas para penguasa adalah menjalankan syariat Allah dan menerapkannya dikalangan pada sekalian rakyatnya.
  1. Peran Ilmu Dalam Agama Dan Bangsa
    Peran Ilmu Dalam Agama Islam
    Ilmu adalah amal soleh yang paling utama dan ibadah yang paling mulia dan paling utama diantara ibadah-ibadah sunnah, karena ilmu termasuk jenis jihad di jalan Allah karena agama Allah Azza Wajalla hanya akan tegak karena dua hal yaitu, pertama karena ilmu dan penjelasan, kedua karena perang dan senjata.
    Kedua hal itu merupakan keharusan. Tidak mungkin agama ini tegak dan menang tanpa keduanya. Hal yang pertama harus lebih dipentingkan dari hal yang kedua, oleh karena itu Rasulullah SAW tidaklah menyerang suatu kaum sebelum sampai dakwah kepada mereka. Jadi ilmu lebih didahulukan dari pada perang.
    Jadi, Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu.
    D. Pahala Dari Allah SWT Kepada Muslim Yang Berilmu
    Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah hanya karena dua hal; karena imannya dan karena ketinggian ilmunya. Bukan karena jabatan atau hartanya. Di dalam Al Qur’an juga diterangkan bahwa sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Karena itu dapat kita ambil kesimpulan bawa ilmu pengetahuan harus disandingkan dengan iman. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Perpaduan antara ilmu pengetahuan dan iman akan menghasilkan peradaban yang baik yang disebut dengan Al-Madinah al-Fadhilah.
    Ketika manusia mengalami apa yang disebut dengan kematian maka ketika itu pula habislah peluang manusia dalam memperbanyak timbangan amal untuk akhirat. Namun ternyata ada amalan di dunia yang mampu terus memberikan nilai pahala walaupun yang bersangkutan telah meninggal berkalang tanah. Salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat, apabila dia mempunyai ilmu dan ilmu itu diajarkan pada orang lain sehingga orang lain menjadi benar sikap dan perilakunya dengan sebab ilmu yang diajarkan itu. Dan ilmu yang dimaksud bukan hanya ilmu agama, tetapi juga termasuk ilmu umum seperti ilmu kedokteran, arsitektur, ekonomi politik hingga ke ilmu bela diri, selama ilmu tersebut memiliki manfaat bagi orang banyak, maka selama itu pula ia akan memberikan kontribusi pahala bagi siapa saja yang menyebarkannya. Oleh karena itu setiap kita sangat dituntut untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan bila sudah mendapatkannya maka ilmu itu dimanfaatkan di jalan yang benar dan diajarkan kepada orang lain.
    Dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda :
    “Barang siapa yang menunjukkan terhadap kebaikan maka ia memperoleh pahala besar pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim)
    Ilmu adalah jalan menuju surga sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Dan barang siapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga..”.
    Betapa bahagianya jika jasad telah berkalang tanah, namun pahala terus mengalir tiada hentinya. Dengan demikian kita sadari bahwa bahagia atau tidaknya seseorang dalam kehidupan akhirat kelak sangat tergantung pada apa saja yang dilakukan selama masa hidupnya di dunia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

my lovely